Jakarta - Jika seluruh pengguna komputer di Kabupaten
Banyumas mengadopsi OS BlankOn Banyumas, secara kalkulasi telah terjadi
penghematan sekitar Rp 7 miliar untuk pengeluaran belanja sistem operasi
dan aplikasi perkantoran.
BlankOn Banyumas sendiri merupakan
sistim operasi terbuka berbahasa Banyumas yang dikembangkan oleh
komunitas setempat dan dirilis bertepatan dengan Hari Kemerdekaan 17
Agustus kemarin, di Pendopo Wakil Bupati Banyumas.
Direktur
Politeknik Pratama, Djati Kusumo Widjoyo, yang ikut menghadiri
peluncurannya, menilai kehadiran OS ini bisa menjawab tiga persoalan
penting di Banyumas, yaitu mengurangi pembajakan piranti lunak,
penghematan belanja TI, dan kemandirian teknologi.
Dari tiga
persoalan itu, masalah pembajakan jadi perhatian utama. Menurut Djati,
sebagian besar pengguna komputer di Banyumas menggunakan piranti lunak
bajakan atau curian. secara hukum, perbuatan itu dapat dikategorikan
sebagai tindak pidana. Selain itu, tegasnya, pembajakan bukan karakter
warga Banyumas yang menjunjung tinggi watak kesatria.
"Kita
mendapat ranking pembajak nomor dua sedunia. Ironisnya, pembajakan
software ini dilakukan oleh pemerintah, penegak hukum, akademisi,
mahasiswa/pelajar, dan warga. Lama-kelamaan, tindak pencurian dan
korupsi dianggap biasa. Apa ini yang dinamakan kota satria? Bahaya, kan!" tegas Djati kepada detikINET, Selasa (21/8/2012).
Kedua,
kehadiran OS ini dinilainya bisa memangkas dana belanja piranti lunak.
Bagi Djati, pengguna komputer di Banyumas sudah di atas 20 ribu
pengguna. Bila para pengguna komputer ini taat hukum maka belanja sistem
operasi bisa mencapai Rp 2 miliar.
Selain itu, bila komputer
yang digunakan sekadar untuk keperluan perkantoran, misalnya mengetik,
olah data, dan presentasi, maka ada sekitar Rp 4-5 miliar untuk belanja
aplikasi office.
Nah, menurutnya, jika warga pengguna ini
menggunakan OS BlankOn Banyumas, dana tersebut bisa dialihkan untuk
keperluan yang lebih penting seperti pendidikan, pengentasan kemiskinan,
dan pemberdayaan masyarakat. Pengalokasian dana untuk keperluan
tersebut, tegasnya, menjadi ciri kesatria juga.
"Harga sistem
operasi proprietary sekitar Rp 1 juta, aplikasi office bisa Rp 2-3 juta.
Sementara itu, BlankOn Banyumas bisa didapat gratisan, pengguna
komputer sekadar mengganti ongkos pemaketan dan pengemasan sekitar 10
ribu. Ini bentuk penghematan anggaran yang luar biasa," lanjutnya.
Ketiga,
persoalan lainnya adalah kemandirian teknologi. Lewat BlankOn Banyumas,
warga Banyumas menunjukkan pada khalayak umum bahwa mereka mampu
membangun kemandirian teknologi. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya
desa dan pengguna komputer yang sudah mempergunakan sistem operasi ini.
Semangat kemandirian teknologi itu langkah maju bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di Banyumas.
"Kemandirian teknologi
merupakan cita-cita para pendiri bangsa. Pengembangan BlankOn Banyumas
jangan sampai berhenti, mari terus berinovasi," pungkas Djati.
Peluncuran
sistem operasi BlankOn Banyumas ini dihadiri oleh beragam kalangan
masyarakat. Mulai dari budayawan, kepala desa, akademisi, guru, pelajar,
blogger, pegiat buruh migran, pers, dan praktisi teknologi informasi.
Selasa, 30 Oktober 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar