Jakarta - Industri telekomunikasi saat ini tak hanya
mengandalkan ketersediaan akses jaringan untuk menghasilkan pendapatan.
Di dalamnya ada juga bisnis konten yang sempat digadang-gadang sebagai
industri telekomunikasi masa depan.
Tak bisa dipungkiri, revenue dari
konten terus melonjak pesat seiring makin canggihnya perangkat,
infrastruktur, dan gaya hidup pengguna telekomunikasi. Sumbangsih dari
bisnis konten yang masuk segmen value added services (VAS)
diperkirakan lebih dari 7% dari total pendapatan yang berhasil dibukukan
operator telekomunikasi dengan nilai transaksi triliunan rupiah.
Namun
sayangnya, aturan yang menaungi industri konten dalam Peraturan Menteri
Kominfo No. 1 Tahun 2009 dinilai belum cukup mumpuni. Ini terbukti
dengan mencuatnya kasus pencurian pulsa yang sangat menghebohkan sejak
pertengahan 2011 lalu.
Sejak pemerintah mengeluarkan Surat
Edaran No. 117 Tahun 2011 kepada seluruh operator untuk unreg atau
deaktivasi massal, industri konten pun seakan mati suri. Bisnis konten
serasa tak punya harapan lagi akibat ulah segelintir oknum.
Tak
mau industri ini layu sebelum berkembang, pemerintah yang dalam hal ini
diwakili Kementerian Kominfo dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia
(BRTI) tengah menyusun revisi draft Peraturan Menteri Kominfo No. 1
Tahun 2009 tentang Jasa Pesan Premium dan Pengiriman SMS ke banyak
tujuan.
Revisi ini ditunggu banyak pihak karena menentukan bisnis
konten di masa depan. Jika merujuk pada jadwal, konsultasi publik
seharusnya sudah berjalan pada Juli kemarin, dan pengesahan bisa
dilakukan pada Agustus 2012. Kabar terakhir mengatakan draft revisi
sudah berada di Kesekjenan Kementerian Kominfo.
Dari dokumen
draft revisi yang berhasil didapat, aturan tentang konten akan lebih
ketat. Dalam aturan terbaru tersebut diatur tentang perizinan,
pengalokasian kode akses yang tidak sebatas hanya melalui operator,
tetapi langsung ke Kementerian Kominfo.
Namun dari sisi
perlindungan, pelanggan lebih terjamin dengan adanya aturan tentang
fasilitas anti spamming, cara broadcast SMS, hingga mekanisme
berlangganan atau berhenti berlangganan. Sedangkan masalah sanksi,
dikenakan sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Kasubdit Tata Kelola Keamanan
Informasi Ditjen Keamanan Informasi, Ditjen Aptika Kominfo, Hasyim
Gautama, menilai revisi Permen SMS Premium ini mutlak dilakukan karena
terdapat kelemahan-kelemahan sehingga memungkinkan terjadinya
malapraktik oleh sebagian pelaku bisnis yang mengakibatkan hilangnya
pulsa konsumen secara tidak wajar.
"Dalam revisi Permen SMS
Premium ini tantangannya adalah bagaimana menciptakan tata niaga atau
business model yang paten, yakni yang dapat menangkal masuknya pelaku
bisnis gelap dan atau mencegah model bisnis yang mengeksploitasi
kelemahan konsumen," papar Hasyim dalam diskusi soal revisi aturan
konten, di Seremanis, Jakarta.
Menurutnya, draft revisi Peraturan
Menteri Kominfo No. 1 Tahun 2009 sudah masuk biro hukum di Kementerian
Kominfo sejak tahun lalu. "Sekarang masih perlu diharmonisasi lagi dan
menunggu masukan yang brilian dari publik dan pelaku industri. Saya rasa
tahun ini sudah akan rampung," jelasnya.
Dari sisi operator
telekomunikasi, kehadiran revisi aturan konten ini sendiri sudah sangat
diperlukan. General Manager VAS XL Axiata Revie Sylviana mengakui, sejak
kasus unreg massal Oktober tahun lalu, bisnis konten yang dihasilkan
bersama mitra content provider (CP) belum sepenuhnya pulih.
"Sudah hampir satu tahun dari 'Black October', revenue VAS
dari konten yang sebelum Oktober sekitar 60% sekarang turun terus jadi
sekitar 29%. Kalau kondisi ini terus dibiarkan, industri CP lokal bisa
mati," sesalnya.
Menurutnya, para pemain besar CP sudah banyak
yang menunjukkan keengganan untuk membangun kembali industri ini dan
memilih untuk wait and see regulasi barunya diresmikan.
Division
Head Gaming & Content Indosat Andri Fisaterdi mengusulkan agar
regulasi baru ini jangan sampai menghilangkan aura bebas dan
bertanggungjawab yang akan menghambat kreativitas dari industri konten
kreatif.
"Kalau perlu ada pembatasan, lebih baik diserahkan ke
industri saja untuk self regulated. Serahkan saja ke operator dan CP
yang mengatur secara teknisnya," imbaunya.
Selasa, 30 Oktober 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)



0 komentar:
Posting Komentar